Dream what you want to dream, go where you want to go, be what you want to be, because you have only one life and one chance to do all the things you want to do.

Pages

Cari Blog Ini

Selasa, 18 Maret 2014

Aku Guru Honorer, Aku Ridho
Terinspirasi dari Kisah Guru Honor yang Menyabet Prestasi Nasional

Kekuasaan memang telang membelenggu
Membelenggu seperti kami rakyat jelata
Membuat kami semakin tak berdaya
Menjadikan kami semakin terpuruk kian terpuruk

Tapi selama iman masih ditangan
Maka keadilan akan terus kami perjuangkan

Gemuruh adzan dari meunasah menghiasi kota Solok, menjadikan syahdu suasana mengawali pagi. Memberi harapan-harapan baru kepada penjuru bumi. Menyambut mentari dengan mimpi dan semangat berapi. Mengubur kegundahan masa lalu. Ku sisingkan kedua lengan bajuku, dan mulai membasuh wajah ku.
“Bissmillah hir rohman nir rohim”
Syair-syair Tuhan mulai ku lantunkan, gerakan tangan mulai mengawali, membasuh semua anggota wudhu yang aku mengerti. Kemudian ku panjatkan doa-doa pada penguasa pagi, panjatan doa seorang hamba kepada Tuhan-Nya agar Dia selalu melindungi ku, harapan seorang anak adam akan keridhoan apa-apa yang aku lakukan.
Bersama keluarga kecilku, ku menjalani hidup apa adanya. Suamiku yang sangat menyayangiku dan ketiga buah hatiku Arif, Pura dan Bila yang selalu mampu membuat ku tersenyum di sela-sela kesibukan dunia yang ada. Mereka adalah penyemangat hidup, harta berharga yang Tuhan titipkan kepada ku.
Pagi ku menyongsong, mentari bersinar syahdu, cahayanya menerobos di balik dinding-dinding rumah khas minang. Pagi yang sangat indah, hari ini ku bersiap diri. Dengan seragam kebanggan ku, ku berangkat, ke sebuah sekolah tercinta. Tempat ku mengabdi dan berbagi ilmu dan pengalaman, dan tempat ku mengadu nasib, mengais rupiah demi rupiah, demi kebutuhan keluarga ku.
Aku adalah seorang guru di sebuah sekolah negeri di kota ini. Walaupun mengajar di sekolah negeri, nasib ku pun tak ubah seperti berjuta guru yang lain yang tersebar di seluruh penjuru nusantara. Guru honorer itu biasa kami disebut. Guru yang bukan pegawai negeri sipil, yang diangkat oleh kepala sekolah itu sendiri. Dan keberadaannya pun kadang dimarjinalkan. Upah kami sangat jauh dari pendapatan minimum para pekerja. Bahkan kadang lebih besar gaji tukang bangunan ataupun pedagang asongan sekali pun.
Guru honorer hanya menerima upah sebesar Rp. 150-350 ribu/bulan. Gaji yang sangat kurang buat mencukupi kebutuhan sehari-hari. Berbeda sekali dengan gaji seorang guru PNS, yang gajinya antara Rp. 1,5 juta sampai bisa lebih dari 2,5 juta per bulan. Tapi aku bersyukur dengan semua yang Allah berikan padaku adalah rizki yang luar biasa.
Demi mencukupi kebutuhan sehari-hari, ku mengajar di dua sekolah sekaligus. Dan bahkan aku sering meminta jam tambahan untuk megajar demi mendapatkan rezki tambahan. Aku mengajar pendidikan agama islam (PAI). Bu Nur biasa anak-anak memangil ku, dan Nurbaya nama lengkap ku. Bagi ku gaji menjadi alasan ke sekian untuk ku mengajar, dan yang terpenting adalah mengajar, mendidik dan menjadiakan murid-murid ku orang-orang hebat yang akan membangun negeri ini.
Sudah 15 tahun aku mengabdikan diriku menjadi seorang guru. Bagi ku guru adalah pekerjaan yang paling mulia di antara pekerjaan yang lainnya. Ada kepuasan tersendiri ketika aku menjadi guru, melihat anak-anak menjadi orang yang lebih sukses, itu adalah sebuah penghargaan tersendiri. Dan menjadi guru honorer sebenarnya itu bukan pilihan ku. Ketika aku berkhendak, aku juga ingin seperti guru yang lain, menjadi guru pegawai negeri sipil. Guru yang diakui pemerintah, mendapatkan gaji yang lebih layak lagi, dan mendapatakan fasilitas yang memang sangat kami butuhkan.
Aku pernah beberapa kali ikut seleksi tes CPNS, tapi mungkin Allah belum memberi izin. Maka dengan terus melakukan yang terbaik sampai saat ini aku ridho sebagai guru honorer. Namun walaupun aku guru honorer tapi aku pun tidak mau kalah dengan guru-guru PNS dan guru-guru senior lainnya. Maka dengan kerja keras dan terus berusaha yang terbaik aku percaya suatu saat nanti akan ada balasan yang terbaik bagi ku.
Maka aku pun berusaha segigih mungkin untuk menjadi yang terbaik. Aku pun memborong jam pagi dan sore demi memenuhi kebutuhan kami. Mengorbankan sebagian waktuku bersama keluarga yang sangat aku cintai. Bukankah hidup adalah sebuah pilihan, pilihan apakah kita akan terus maju dan gigih berjuang atau kita akan berhenti dan menyerah di sini, dan jawaban ku sudah tentu, aku akan berjuang.
Maka aku pun tidak mau kalah dengan guru-guru yang lain. Aku pun mulai rajin mencari informasi mengenai ajang perlombaan antar guru, khususnya di bidang karya tulis yang diadakan oleh pemerintah. Maka aku pun lebih berusaha keras dan lebih menekuni dunia karya tulis tersebut. Hingga akhirnya perjuangan-perjuangan ku pun membuahkan hasil. Awal pertama kali aku mengikuti sebuah lomba karya tulis ilmiah yang diadakan oleh Kementrian Agama Kota Solok. Maka aku berusaha membuat yang terbaik, dengan mengangkat tema tentang model pembelajaran pedidikan agama islam, Alhamdulillah akhirnya aku berhasil mendapat juara 1 tingkat Kota Solok.
Rencana Tuhan itu pasti selalu baik, di balik segala yang kita anggap buruk sebenarnya di sana tersimpan seribu rahasia yang sangat luar biasa yang telah diperisapkan Allah untuk kita. Dan aku pun percaya bahwa apa yang kita lakukan, apa yang kita kerjakan, selama itu baik dan membawa manfaat, maka Allah akan menggantinya dengan berlipat-lipat kebaikan dan kasih sayang untuk kita.
Sebagai seorang guru honorer yang berpenghasialan kurang dari keadaan sebenarnya, pernah membuat ku kadang berfikir untuk mencari pekerjaan yang lain saja. Tapi ternyata hati ini telah tertambat kepada anak-anak yang mengajarkan ku tentang berbagi kehidupan. Yah mungkin ini yang dirasakan oleh kebanyakan guru non-PNS di seluruh penjuru nusantara. Kebutuhan hidup yang sangat tinggi dan gaji yang sangat minim, sering membuat kami putus asa untuk terus mengabdi. Padahal kadang kualitas kami, sebagai guru honorer lebih baik dari guru PNS kebanyakan. Tapi inilah hidup, kadang yang baik malah terpuruk dan yang belum tentu baik malah mendapatkan singgasana dunia. Tapi aku harus tetap bersyukur apa adanya.
Anugrah mendapat juara 1 se-Kota Solok membuat ku lebih terpacu untuk mengukir prestasi lebih baik lagi. Dan ternyata perjuangan ku pun tidak sia-sia. Berbekal tulisan setebal 200 halaman, aku pun berlanjut ke tingkat provinsi, dengan tema menjadikan generasi cerdas yang agamis melalui sistem ajar professional dengan pemanfaatan media pembelajaran. Aku mengengkat tema itu karena aku sadari, minat siswa-siswi terhadap mata pelajaran pendidikan agama islam (PAI) sangat lemah. PAI kurang diminati layaknya bidang studi lain. Berdasarkan hasil pengamatan ku selama enam bulan, maka aku pun menyimpulkan bahwa ini semua disebabkan faktor kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Maka aku pun mencoba untuk menarik minat siswa agar menyenangi belajar PAI lagi. Dan Alhamdulillah aku pun dinobatkan sebagi juara II tingkat Provensi Sumatra Barat.
Prestasi yang sangat membanggakan bagi ku pribadi, karena aku harus bersaing dengan guru-guru PNS dan guru-guru senior yang kualitasnya sudah dipastikan lebih baik dariku. Sebagai guru honorer, aku kadang masih merasa takut karena guru honorer bukanlah pegawai tetap. Kami bisa dipecat dari pihak sekolah kapan saja, ketika mereka tidak butuh kami lagi. Ya guru honorer bukanlah guru tetap, atau sering di sebut GTT (guru tidak tetap). Pengangkatan kami dilakukan oleh kepala sekolah tempat kami mengabdi, ketika mereka membutuhkan guru untuk mengajar di instansi mereka. Memang sangat malang guru honorer di negeri ini, bahkan ada yang sampai puluhan tahun mengabdi, tapi mereka tidak juga diangkat menjadi pegawai tetap. Dan ketika mereka sudah pensiun, nasib mereka sangat mengenaskan. Dan moga itu tidak terjadi kepadaku juga.  Wa Allah hu a’alam.
Maka tugasku sebagai manusia hanyalah, berusaha sebaik mungkin. Aku pun terus, ikut berkompetisi, dan akhirnya inilah tantangan yang lebih berat dari sebelumnya. Setelah kepala sekolah tempat ku mengabdi menawariku untuk berkompetisi di tingkat nasional, maka aku pun memberanikan diriku untuk melangkah. Namun tantangan kali ini jauh lebih besar, aku mewakili nama Sumatra Barat, tanah kelahiran ku untuk bersaing di tingkat nasional. Sudah tentu pesaingnya pun guru-guru yang hebat, telah teruji dan professional, dengan jam terbang tak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan ku pastinya. Tapi aku tak mau menyerah, dengan niat “ Bismillah hir rohman nir rohim” ku kuatkan niat ini, ku mantapkan langkahku.
Maka aku pun mulai mengikuti seleksi tahap demi tahap. berbekal tema yang sama, aku melangkah. Dan aku pun mengikuti seleksi dengan sebaik mungkin. Sampai pada seleksi presentasi, aku lebih gencar berusaha dan berdoa. Menunggu pengumuman, aku pun berharap yang terbaik pada Allah.
“Jika memang ini rizki ku, maka izinkan aku untuk menyambut rizki itu ya Allah”, doa ku disela-sela sujudku.
Sepekan kemudian pengumuman pun keluar, sungguh serasa kaki ini ingin lumpuh, tubuh ini menggigil seketika. Yah, Allah perkenankan aku menjadi salah satu yang terbaik, aku mendapat juara harapan terbaik II tingkat nasional.
 “Maka ni’mat Tuhan mu mana lagi yang akan engkau dustakan?”
Air mata bahagia ini pun tak tertahankan, seketika aku sujudka tubuh ini, bersyukur atas segala keni’matan yang tiada tara. kemudian aku pun meminta restu suami dan buah hatiku untuk ke Jakarta, Menerima piala Plus Tabanas oleh Kementrian Agama RI.
Sungguh sama sekali diri ini tidak menyangka, seorang guru honorer yang jauh dari ibu kota negeri ini menjadi salah satu yang terbaik. Maka itu pertama kali aku menaiki pesawat, pertama kali menjajakan kakiku di ibu kota Indoneisa, pertama kali melihat menara dan gedung-gedung tinggi menjualang. Air mata bahagia ini mengalir apa adanya.
Maka ketika aku diminta maju ke panggung yang bagiku sangat megah, menerima piala, maka seketika itu tulang ini terasa menggigil, air mata ini menetes dengan sendirinya. Piala itu di serahkan oleh direktur PAIS, Dr.H. Amin Haidari, M.Pd. Dan aku pun berkata disela-sela sambutan ku "piala ini saya persembahkan untuk semua guru honorer di Indonesia”. Sungguh bahagia yang tidak bisa aku ungkapkan dengan kata-kata.
  
Menjadi guru honorer bukan berarti menghalangi kita untuk meraih prestasi, bukan berarti kita takut berkompetisi dan menjadi lebih baik lagi. Semua guru adalah sama, satu tujuan, satu visi dan satu misi, membangun generasi Indonesia lebih baik lagi. Menjadikan siswa-siswa kita berhasil adalah suatu kebanggan yang tidak bisa diukur oleh intan dan permata.
Namun sebagai guru honorer dan mewakili perasaan dan keluh kesah guru honorer yang lain. Jangan membeda-bedakan antara guru PNS dan guru honorer seperti kami, karena semua guru adalah sama, sama mengabdi dan berbagi. Dan guru-guru yang sudah lama mengabdi kiranya bisa di angkat menjadi guru tetap. Karena abdi mereka pada negeri ini sudah lama, dan kami pun mengharapkan sebuah pengakuan dari pemerintah, atas keberadaan kami. Agar kami bisa dapatkan hak kami, Untuk memenuhi kebutuhan kami, dan untuk keberlangsungan kami di hari kelak.
Mohon pemerintah lebih adil dan tidak menutup diri dengan segala perkara yang ada. Bahkan ada DPR yang tidak tahu tentang keberadaan kami. Sungguh itu sangat miris sekali bagi kami, karena kami sudah menganggap mereka sebagai orang tua kami. Orang yang menyalurkan aspirasi kami kepada petinggi negeri ini. Entah sampai kapan kami seperti ini, tapi sungguh saat ini aku ikhlas menjalani kehidupan ku.

Semarang, 04 Januari 2013


* Nurbaya, S.Ag, mengajar di SMKN 1 Kota Solok Sumatera Barat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar